Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Hindu Bali, konsep wewaran memiliki kedudukan yang penting dan meresap dalam berbagai aspek kehidupan mereka. Wewaran bukan sekadar pengelompokan hari-hari dalam satu siklus, tetapi juga merupakan ritme yang mengatur aktivitas sehari-hari, menentukan waktu yang tepat untuk berbagai kegiatan, dan bahkan mempengaruhi karakter seseorang menurut hari kelahirannya.
Pengertian Wewaran
Dalam agama Hindu Bali, konsep wewaran memiliki kedudukan yang penting dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Kata "wewaran" merupakan bentuk jamak dari kata "wara" yang merupakan istilah dalam bahasa Bali, yang artinya adalah hari atau nama hari. Wewaran mengacu pada pengelompokan hari-hari dalam satu siklus, yang berjumlah satu sampai dengan sepuluh hari.
Satu hari di Bali dimulai sejak terbitnya matahari sekitar pukul 06:00 pagi dan berakhir keesokan harinya pukul 06:00 pagi sebelum matahari kembali terbit, berbeda dengan kalender Masehi (internasional) yang dimulai pada pukul 00.00 tengah malam. Di Bali, istilah malam Minggu tidak umum digunakan, karena waktu tersebut masih dihitung sebagai Sabtu malam secara resmi. Dalam satu hari terdapat wewaran yang dimulai dari Eka Wara hingga Dasa Wara. Sistem wewaran ini terus berputar setiap hari sesuai siklusnya, kembali lagi ke awal setelah satu putaran lengkap.
Sejarah dan Asal-usul Wewaran
Sebelum abad ke-10 di Bali, konsep wewaran belum dikenal, namun ada istilah Penanggal Panglong dan Sasih yang disajikan dalam Bahasa Sansekerta dan Bahasa Bali Kuno. Namun, saat Ratu Gunapriyadharmapatni (Mahendradatta) dan suaminya Darma Udayana Warmadewa memerintah di Bali antara tahun 989-1001 Masehi, nama wewaran mulai disebut dalam Prasati berbahasa Jawa Kuna.
Asal usul kata "wewaran" dapat ditelusuri dari kata "wara" yang berarti hari. Ini menandai awal munculnya konsep pengelompokan hari-hari dalam satu siklus yang kembali lagi ke awal setelah sejumlah hari tertentu, yang kemudian menjadi bagian integral dari kalender dan kehidupan sehari-hari masyarakat Hindu Bali.
Kegunaan atau Fungsi Wewaran
Wewaran merupakan ritme hari yang terdapat dalam kalender Hindu Bali. Alam semesta berdenyut dalam frekuensi yang beragam, dengan ritme yang cepat maupun lambat, seperti yang terjadi dalam interval 3 hari atau bahkan per sembilan hari. Terdapat ritme harian dan dua harian yang disebut ekawara dan dwiwara, namun denyutannya bergantung pada nilai spesifik wewaran lainnya.
Wewaran memiliki kegunaan dan fungsi yang penting dalam kehidupan sehari-hari. Meskipun sifat wewaran merupakan gelombang minor dari pawukon, namun setiap wewaran membawa manfaat tersendiri. Namun, perlu diingat bahwa nilai pawukon tetap lebih dominan daripada sifat wewaran.
Setiap hari dalam siklus wewaran memiliki dewata yang memiliki tanggung jawab menjaga sifat-sifat hari tersebut, serta membawa nilai bawaan yang disebut urip. Dewata-dewata ini juga memiliki letak atau arah tertentu dalam mata angin. Keseluruhan unsur ini berperan penting dalam menentukan hari-hari yang baik dan buruk untuk menjalankan berbagai aktivitas, serta menentukan kualitas dan karakteristik setiap hari dalam menentukan waktu yang tepat untuk pelaksanaan berbagai kegiatan dan upacara keagamaan.
Selain memiliki peran dalam menentukan hari baik dan buruk untuk melaksanakan aktivitas, wewaran juga mempengaruhi karakter seseorang menurut kelahirannya. Konsep ini sering digunakan dalam Palintangan (Zodiak versi Bali) untuk memahami karakteristik individu berdasarkan hari kelahirannya dalam siklus wewaran.
Berbagai sifat dan kepribadian yang dimiliki oleh seseorang diyakini terkait dengan wewaran pada saat kelahirannya. Misalnya, seseorang yang lahir pada hari tertentu dalam siklus wewaran mungkin dianggap memiliki kepribadian yang dinamis, kreatif, atau pun stabil, tergantung pada sifat hari tersebut. Oleh karena itu, pemahaman tentang wewaran juga menjadi penting dalam memahami diri sendiri dan hubungan antarindividu dalam masyarakat Hindu Bali.
Nama dan Bagian-bagian dari Wewaran
1. Ekawara
Ekawara adalah siklus satu hari dari Pawewaran. Hanya ada satu unsur yang terkandung di dalamnya. Luang Secara harfiah berarti kosong, tunggal, massif, dan padat. Karena bergantung pada urip saptawara dan pancawara, maka dimaknai memiliki dimensi spiritual yang lebih tinggi daripada dua wewaran lainnya, sehingga dianggap sebagai sintesis interaktif keduanya.
Hari ini merupakan waktu yang baik untuk menyelesaikan hal-hal yang bersifat pribadi dan mengekspresikan hubungan vertikal antara penciptaan dan pencipta. Lebih baik untuk menjaga keheningan daripada mengomentari orang lain, karena baik dan buruknya seseorang tidak sepenuhnya tergantung pada keputusan kita.
Nama Hari | Urip | Dewata | Letaknya |
---|---|---|---|
1. Luang | 1 | Sanghyang Taya | Barat Laut |
Anak yang lahir pada Ekawara Luang umumnya memiliki karakter yang sulit ditebak. Mereka cenderung mudah mempelajari hal-hal baru, tetapi mungkin tidak pandai dalam mengungkapkannya. Hatinya seringkali bimbang, karena terlalu banyak pertimbangan yang mungkin mengganggu.
2. Dwiwara
Dwiwara adalah siklus dua harian dalam pawewaran. Terdiri dari dua unsur, yaitu Menga dan Pepet. Dwiwara ini merupakan wewaran turunan yang terbentuk dari kombinasi wewaran lain, yakni urip pancawara dan saptawara. Sebagai hasil dari interaksi keduanya, Dwiwara memiliki tingkat spiritualitas yang lebih tinggi. Oleh karena itu, ia dapat dianggap sebagai sintesis dari keduanya.Nama Hari | Urip | Dewata | Letaknya |
---|---|---|---|
1. Menga | 5 | Sanghyang Kalima | Timur |
2. Pepet | 4 | Sanghyang Timira | Utara |
Sedangkan Pepet memiliki arti tertutup. Hari ini sangat baik untuk melakukan introspeksi dan mendekatkan diri kepada Tuhan. Penting untuk merenungkan kata-kata yang akan diucapkan agar tidak menimbulkan dampak buruk bagi diri sendiri maupun orang lain. Pertimbangan hati lebih baik dituruti daripada nasehat orang. Melakukan apa pun yang bisa dilakukan sendiri dapat membantu melatih kemandirian dan meningkatkan kemampuan diri. Orang yang lahir pada hari ini cenderung pandai menyimpan perasaannya, tidak mudah terpengaruh oleh perubahan, dan tegas dalam menyikapi situasi.
3. Triwara
Triwara merupakan siklus tiga harian dalam pawewaran, yang terdiri dari tiga unsur: Pasah, Beteng, dan Kajeng. Sifat ketiga unsur ini memiliki pengaruh yang nyata dalam kehidupan sehari-hari kita. Unsur-unsur keduniawian lebih dominan dalam pengaruhnya karena umumnya kita dapat mengendalikan baik buruknya dengan kesungguhan.Nama Hari | Urip | Dewata | Letaknya |
---|---|---|---|
1. Pasah | 9 | Sanghyang Cika | Selatan |
2. Beteng | 4 | Sanghyang Wacika | Utara |
3. Kajeng | 7 | Sanghyang Manacika | Barat |
4. Caturwara
Catur wara adalah siklus empat harian dalam wewaran, yang terdiri dari empat unsur yaitu pergaulan dan menjalin silaturahmi.
Nama Hari | Urip | Dewata | Letaknya |
---|---|---|---|
1. Sri | 6 | Bagawan Bregu | Timur Laut |
2. Laba | 5 | Bagawan Kanwa | Barat Daya |
3. Jaya | 1 | Bagawan Janaka | Barat Laut |
4. Menala | 8 | Bagawan Narada | Tenggara |
5. Pancawara
Pancawara adalah siklus lima harian dalam wewaran, sebagai bagian dari wewaran yang memiliki pengaruh langsung terhadap kehidupan manusia, sifat-sifat pancawara ini memiliki keunikan tersendiri. Nenek moyang kita menggambarkan sifat hari-hari ini sebagai sifat binatang. Namun, yang ditekankan bukanlah sifat kebinatangannya, melainkan sebagai cerminan agar individu dapat menganalisis dan merenungkan sifat dan perilaku mereka sendiri, seperti yang tercermin dalam cermin.
Asal-usul nama-nama ini memiliki misteri tersendiri. Konon, mereka melambangkan posisi (patrap) bulan.
Nama Hari | Urip | Dewata | Letaknya |
---|---|---|---|
1. Umanis | 5 | Sanghyang Iswara | Timur |
2. Paing | 9 | Sanghyang Brahma | Selatan |
3. Pon | 7 | Sanghyang Mahadewa | Barat |
4. Wage | 4 | Sanghyang Wisnu | Utara |
5. Kliwon | 8 | Sanghyang Çiwa | Tengah |
6. Sadwara
Siklus enam harian dari wewaran menelaah sifat-sifat buruk yang sedang dominan karena dipengaruhi oleh hawa wewaran ini.
Petunjuk ini dimaksudkan agar tindakan kita dapat disesuaikan dengan apa yang sedang terjadi. Hal ini bertujuan agar kita dapat mencegah hal-hal yang dapat merugikan kita, dan bahkan jika memungkinkan, memanfaatkannya untuk kemajuan kita.
Nama Hari | Urip | Dewata | Letaknya |
---|---|---|---|
1. Tungleh | 7 | Sanghyang Indra | Barat |
2. Aryang | 6 | Sanghyang Baruna | Timur Laut |
3. Urukung | 5 | Sanghyang Kuwera | Timur |
4. Paniron | 8 | Sanghyang Bayu | Tenggara |
5. Was | 9 | Sanghyang Bajra | Selatan |
6. Maulu | 3 | Sanghyang Erawan | Barat Daya |
7. Saptawara
Saptawara adalaha siklis tujuh harian, merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam hati kita. Siklus tujuh harian dalam wewaran memiliki anggotanya sebagai berikut.
Konon, nama dan sifat-sifatnya diambil dari nama-nama planet atau benda langit.
Nama Hari | Urip | Dewata | Letaknya |
---|---|---|---|
1. Redite | 5 | Sanghyang Baskara | Timur |
2. Soma | 4 | Sanghyang Chandra | Utara |
3. Anggara | 3 | Sanghyang Angkara | Barat Daya |
4. Buda | 7 | Sanghyang Udaka | Barat |
5. Wrespati | 8 | Sanghyang Suka Guru | Tenggara |
6. Sukra | 6 | Sanghyang Bregu | Timur Laut |
7. Bregu | 9 | Sanghyang Kala | Selatan |
8. Astawara
Astawara merupakan siklus delapan-harian dalam wewaran, wewaran ini mengadopsi sifat-sifat dewa-dewi dalam memberikan pedoman mengenai baik-buruknya hari untuk melakukan suatu aktivitas. Nama-nama dewa-dewi di sini tidak dimaksudkan secara religius, melainkan lebih mengarah kepada tokoh-tokoh dalam pewayangan dalam budaya Jawa kuno.
Astawara, sangawara, dan dasawara sering digunakan bersamaan untuk melengkapi wewaran yang berada di bawahnya. Keberadaannya tidak memberikan arti khusus secara individu, tetapi berfungsi sebagai pelengkap yang dapat mengurangi, mengimbuhi, menyangatkan, menggarisbawahi, menetralisir, dan memberikan variasi ketika dipadukan dengan wewaran lainnya.
Nama Hari | Urip | Dewata | Letaknya |
---|---|---|---|
1. Sri | 6 | Sanghyang Sri | Timur Laut |
2. Indra | 5 | Sanghyang Indra | Timur |
3. Guru | 8 | Sanghyang Guru | Tenggara |
4. Yama | 9 | Sanghyang Yama | Selatan |
5. Ludra | 3 | Sanghyang Ludra | Barat Daya |
6. Brahma | 7 | Sanghyang Brahma | Barat |
7. Kala | 1 | Sanghyang Kala | Barat Laut |
8. Uma | 4 | Sanghyang Uma | Utara |
9. Sangawara
Sangawara merupakan wewaran dengan siklus sembilan harian. Asal usul nama-nama harinya sangat sulit untuk ditelusuri. Kelian kelir telah berupaya menelusuri melalui kamus bahasa Kawi (Jawa kuno) dan bahasa Bali, namun masih terdapat beberapa nama yang tidak ditemukan. Bahkan, arti nama-nama tersebut sama sekali berbeda dengan yang terdapat dalam primbon. Oleh karena itu, semua versi nama akan ditampilkan.
Nama Hari | Urip | Dewata | Letaknya |
---|---|---|---|
1. Dangu | 5 | Sanghyang Iswara | Timur |
2. Jangur | 8 | Sanghyang Maheswara | Tenggara |
3. Gigis | 9 | Sanghyang Brahma | Selatan |
4. Nohan | 3 | Sanghyang Rudra | Barat Daya |
5. Ogam | 7 | Sanghyang Mahadewa | Barat |
6. Erangan | 1 | Sanghyang Sangkara | Barat Laut |
7. Urungan | 4 | Sanghyang Wisnu | Utara |
8. Tulus | 6 | Sanghyang Sambu | Timur Laut |
9. Dadi | 8 | Sanghyang Çiwa | Tengah |
10. Dasawara
Dasawara adalah wewaran yang bersiklus sepuluh harian, yang juga dikenal sebagai Watek Agung. Dalam pewatekan, terdapat varian lainnya, yaitu Watek Madya dan Watek Alit.
Nama Hari | Urip | Dewata | Letaknya |
---|---|---|---|
1. Pandita | 5 | Sanghyang Surya | Timur |
2. Pati | 7 | Sanghyang Kala Mertyu | Barat |
3. Suka | 10 | Sanghyang Semara | Atas |
4. Duka | 4 | Sanghyang Durga | Utara |
5. Sri | 6 | Sanghyang Amerta | Timur Laut |
6. Manuh | 2 | Sanghyang Kala Lupa | Bawah |
7. Manusa | 3 | Sanghyang Suksam | Barat Daya |
8. Raja | 8 | Sanghyang Kala Ngis | Tenggara |
9. Dewa | 9 | Sanghyang Darma | Selatan |
10. Raksasa | 1 | Sanghyang Maha Kala | Barat Laut |
Seperti halnya ekawara dan dwiwara, dasawara merupakan wewaran imbas, yang artinya nama hari dalam siklus ini bergantung pada neptu atau jumlah urip dari saptawara dan pancawara.
Penutup
Dengan demikian, wewaran bukan hanya sekadar konsep kalender dalam agama Hindu Bali, tetapi juga merupakan pandangan filosofis yang melandasi cara hidup dan memahami alam semesta. Kita telah menyelami makna dan kegunaan wewaran dalam kehidupan sehari-hari, serta memahami bagaimana konsep ini memberikan landasan bagi praktik keagamaan, astrologi, dan pemahaman diri dalam masyarakat Hindu Bali.Sebagai warisan budaya yang berharga, wewaran terus menjadi bagian integral dari identitas dan kehidupan spiritual masyarakat Bali, sementara juga tetap relevan dalam konteks modern. Dengan demikian, mari kita terus menghormati dan mempelajari lebih lanjut tentang konsep yang kaya dan beragam ini, sebagai bentuk penghormatan terhadap kearifan nenek moyang kita dan sebagai upaya untuk menjaga keberlanjutan warisan budaya yang berharga ini untuk generasi mendatang.
Refrensi :
- https://www.babadbali.com/pewarigaan/wewaran.htm
Posting Komentar